PELAJARAN DARI TUKANG TAMBAL BAN :):RizVED

Jumat, 17 April 2015

PELAJARAN DARI TUKANG TAMBAL BAN :)


Dia tersenyum ketika melihatku. “Pak, bisa tambal ban?” kataku, karena aku pikir dia akan tutup. “Ya,” jawabnya tak jelas. Lalu aku memarkir motorku. “Dimana? Disini ji?” tanyaku lagi. Dan dia mengangguk sambil tersenyum dan menyiapkan peralatannya. Membakar sesuatu lalu mulai membuka ban motorku. Aku duduk diatas trotoar di pinggir jalan Mappaoddang sambil memperhatikannya bekerja. Azan maghrib mulai berkumandang, berhubung aku Berkeringat habis main futsal, aku tetap duduk ditempatku.

Kedua kakinya tak sempurna. Salah satunya agak sedikit bengkok sehingga ketika dia berdiri, kita seperti melihat huruf K. Tak henti aku memperhatikan penambal ban ini bekerja.Dia menggunakan linggis kecil untuk mencongkel ban itu sampai ban dalamnya bisa keluar setelah pentilnya dilepas dengan menggunakan alatnya. Ia membuka katup angin dari kompresornya dan mengisi ban dalam itu, kemudian ia mencari semburan angin dari ban dalam yang telah mengembang penuh itu dengan tangannya, setelah berapa lama ia mencurigai satu titik yang berada di sisi luar tidak jauh dari pentil. Ia kemudian mengambil lidi untuk menyumbat lubang yang amat kecil itu, agak kesulitan karena lubang itu ternyata hampir tidak kasat mata, tapi tidak lama lidi itu sudah tertancap. Langkah berikutnya ia mengecek ulang dengan menggunakan ember lebar berisi air, dicelupkannya perlahan area sekitar lidi untuk memastikan lubangnya sudah tepat. Lalu terdengar suara dan gelembung udara yang keluar dari dekat lidi, di tempat lain tidak ditemukan gelembung dan suara desis udara maka dipastikan kebocoran hanya terjadi di satu titik tadi. Dia kemudian mengambil sepotong karet untuk menambal, dipotongnya seukuran kira-kira 2x2 cm, lalu dipaskan pada area titik kebocoran tadi, bannya sudah dikempeskan dulu tentunya. lalu ia menempelkan karet tadi dengan lem bermerek Aibon, sebelumnya permukaan ban dalam dikikirnya agar sedikit menipis, sekaligus membersihkannya agar mudah ditempeli.

Ia bertanya, “Ini ada lapisan karet ban di dalam buat apa? lapisannya juga sudah rusak. Coba saya periksa.”
Si tukang tambal ban itu masih sibuk memeriksa keadaan ban sepeda motor saya yang dirasakan kejanggalannya. Saya pun tidak banyak tahu maksud tukang tambal ban sebelumnya yang menaruh lapisan ban (antara ban luar dengan ban dalam) itu. Setahu saya agar lebih awet dan tidak cepat bocor.
Setelah meraba-raba kondisi dalam dari ban luar, dia bilang,
“biasanya kalau ban sepeda motor bocor, orang suka paksakan diri naik dengan menyalakan mesin. Beginimi jadinya. Lapisan dalam dari ban luarnya rusak terutama yang tergesek oleh velg. Untuk menutupi lubang akibat gesekan itu, dikasihlah karet ban pelapis.” Mendengar itu saya tersindir karena memang kadang saya suka begitu atau terlambat mengetahui bahwa ban telah bocor.

“Jadi akibat dinaiki waktu bocor tadi, ban luarnya sebenarnya jadi rusak di dalam. Nampaknya saja bannya masih bagus dari luar, tetapi sebenarnya sudah keropos. Kalau ban luarnya tidak cepat diganti, akan cepat bocor lagi. melapisi dengan karet ban bukan begitu caranya, ini hanya sementara saja karena kondisi ban luarnya sudah begitu. Kalau ada nanti uangta mending diganti aja ban luarnya.” Ia menambahkan.
Dia berujar bahwa ia mengungkapkan kondisi ini kepada setiap orang yang menambalkan bannya. Dia berharap orang menjadi tahu dan lebih berhati-hati. Ia terlihat tulus, karena ia sendiri memang tidak menyediakan ban luar dan servis pemasangannya.
Sungguh, kemurahan hati untuk berbagi ilmu dari bapak tukang tambal ban itu, menggugah saya untuk mengenalnya lebih dekat. Bapak itu tidak menyebut nama aslinya. Hanya saja dia berujar bahwa orang sering memanggilnya Dg Sira. Dia berusia 53 tahun, berasal dari Soppeng. Anak dan isterinya tinggal di sana, dan ia sebulan sekali pulang untuk menyambangi mereka. Sebenarnya anaknya ada empat, namun yang dua telah dipanggil Allah Swt ketika berusia satu dan empat tahun. Anaknya yang sisa, kini sudah menikah dan mempunyai anak. Sedangkan anaknya yang terakhir masih sekolah STM di Soppeng. Beliau menapaki Makassar sejak tahun 1989, jadi sudah 21 tahun dia menghabiskan waktu dengan mengadu nasib di kota Daeng. Profesi sebagai tukang tambal ban telah dilakoninya selama 11 tahun. Sebelumnya, dia berprofesi sebagai pedagang dan menjalani berbagai jenis pekerjaan lainnya.
25 menit kemudian, banku selesai ditambal dan dipasang lagi ke motorku. Dia tersenyum sambil membereskan peralatannya. “Berapa, pak?” tanyaku. “Tujuh ribu,” jawabnya dengan logat makassar. Aku menyerahkan 2 lembar uang lima ribuan. Dia menyentuh kantung luar celananya, mencari kembaliannya. Aku tersenyum, lalu “ambil semuami pak” kataku. lalu menyalakan motorku. Dia tersenyum. “Terima kasih, ya.” Aku mengangguk sambil tersenyum. “terima kasih banyak, pak, mari,” kataku lagi. “Hati-hati,” jawabnya.

Daeng Sira mengajarkan banyak hal tentang arti kehidupan bahwa Seseorang itu menjadi penting bukan karena dia mempunyai titel atau menjadi orang terkenal. Seseorang itu penting karena dia berguna bagi sesama. Tanpa pamrih dan mempunyai harapan berlebih. Seperti Daeng Sira, cukup baginya memohon pada Yang Kuasa dan mengamalkan ilmunya. Rejeki akan datang dengan sendirinya. Bagaimanapun cobaan yang Allah berikan, teguran yang dialamatkan, kesenangan yang dititipkan, harus disyukuri. Pelajaran yang mengingatkanku bahwa aku harus bersyukur, apapun yang ada dalam perjalanan hidupku. Pelajaran dari seorang penambal ban yang tak sempurna fisik.
Share on :

2 comments:

kumpulan artikel cinta mengatakan...

seru ceritanya gan. menarik. memang hidup ini penuh warna dan juga banyak pelajaran yang bisa diambil darinya.

iPul dg.Gassing mengatakan...

keren ceritanya Riz..
coba ditulis ulang dengan lebih dalam dan dari angle yang beda, pasti tambah keren..

Posting Komentar

 
© Copyright RizVED 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all